Jumat, 06 Maret 2009

Yoga untuk Keseimbangan Tubuh

Oleh: Kustiah

Yoga bukan sekadar olah tubuh. Ada proses penyelarasan fisik dan spiritual di dalamnya.

Ketika pikiran dan tubuh Anda tidak lagi mampu berkomunikasi dengan baik, waspadalah. Karena jika diabaikan, hal itu dapat menurunkan kualitas dan produktivitas kerja. Ketidaksinkronan pikiran dan tubuh juga dapat menyebabkan stress yang kemudian berpengaruh pada ketahanan tubuh. Jika tubuh tak lagi bugar besar kemungkinan penyakit akan mudah datang.

Lebih dari itu, segera cari solusi. Salah satu di antaraya adalah dengan beryoga. Yoga berkembang di India kuno sejak 3000 SM lalu, berasal dari bahasa sansekerta kuno yuj yang berarti penyatuan (union), yakni penyatuan antara atman dan brahman (yang maha kuasa). Yoga dipercaya dapat memberikan efek positif untuk mengenal tubuh dan Tuhanya.

Ada beberapa macam aliran yoga; Jnana yoga, karma yoga, bhakti yoga, yantra yoga, tantra yoga, mantra yoga, kundailini yoga, hatha yoga, raja yoga,dan masih banyak lagi.Pemilihan aliran yoga ditentukan faktor kebutuhan dan tingkat level.

Di Indonesia aliran yoga yang lebih banyak diminati adalah hatta yoga. Aliran ini menekankan pentingnya pernapasan untuk mengendalikan tubuh, pikiran,dan jiwa.

Berbeda dengan olahraga lain yang mementingkan kesehatan dan kebugaran fisik, yoga menciptakan kesinambungan mental, pikiran, dan tubuh. Karena bukan merupakan olahraga kompetisi, yoga tidak dilakukan dengan latihan keras. Dan seperti dikemukakan pembawa acara radio dan host program TV Shahnaz Haque, berlatih yoga lebih baik dengan kesadaran, bukan dengan keterpaksaan atau karena ada tekanan.

Ibu tiga anak ini menekuni yoga di Selebrity Gym sejak dua tahun lalu. Tentu ada instruktur yoga yang memandunya. Dari pengenalan yoga itulah Shahnaz mengaku memperoleh banyak manfaat. “Banyak manfaat yang bisa didapat dari olahraga yoga. Selain tubuh sehat, jiwa dan pikiran kita jadi tenang,” kata Shahnaz kepada Stabilitas.

Shahnaz memaparkan, Yoga memiliki tiga komponen yakni napas, pikiran, dan tubuh. Dan yang terpenting adalah fokus. Misal, saat beryoga pikiran kita ternyata tidak fokus, maka proses yoga dapat dikatakan gagal. “Jadi dari ketiga komponen ini yang paling penting adalah fokus,” tegas Shahnaz.

Lalu bagaimana respons Shahnaz terkait fatwa haram yoga yang dikeluarkan MUI? “Saya bisa memaklumi itu. Karena dalam ritualnya ada mantra yang harus dibaca dan didalami. Tapi bagi saya yoga tetaplah sebuah olahraga yang menyehatkan dan menenangkan pikiran. Jadi untuk ritual lain saya tidak menafsirkan itu sebagai sesuatu yang harus saya yakini. Olahraga ya olahraga,” kata Shahnaz istri penggebug drum Gilang Ramadhan..

Shahnaz mengakui, setelah ikut yoga dirinya memiliki cara pandang berbeda dalam menghadapi dan memecahkan sebuah persoalan. Manfaat lainnya tubuh menjadi lentur, sehat, dan antara jiwa raga seimbang.

Menurut Moni, instruktur sekaligus owner Bikramyogajakarta, jumlah peminat yoga dari tahun ke tahun semakin bertambah. Studio yoga yang didirikan pada tahun 2005 ini memiliki yoga kurang lebih 4.000 hingga 5.000 peserta dari berbagai kalangan dan usia.

Studio yang dikelola Moni ini hanya fokus menerapkan 26 aliran yang dilakukan dalam suhu panas 42 derajat Celsius. Menurut Moni, studio yoga yang dikelolanya tidak profit oriented. “Ada kebahagiaan tersendiri ketika ada seseorang yang datang untuk melakukan perubahan. Jadi tidak semata-mata mencari keuntungan bisnis sebanyak-banyaknya” ujar Moni.

Banyak alasan orang berlatih yoga. Ada yang ingin hidup sehat, menurunkan berat badan, membentuk tubuh, menghilangkan gangguan kesehatan seperti stress, susah fokus, dan susah tidur.

Menurut Pujiastuti Sindu, master yoga yang mukim di Bandung dan pendiri klab yoga di Bandung Yoga Leaf, olahraga ini memberikan segudang manfaat. Jika ingin mendapatkan ketenangan pikiran dan kesehatan mental, beryoga adalah keputusan paling tepat. Kombinasi gerakan, pengaturan napas, dan konsentrasi dapat melahirkan energi positif dan mengalirkannya ke dalam tubuh.

Dalam bukunya Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga, Uji- demikian ia biasa dipanggil- mengatakan yoga bisa menjadi panduan menuju hidup sehat, damai, emosi seimbang, dan kebahagiaan. “Jika ingin memiliki hidup berkualitas kita harus bisa menyeimbangkan antara mental, pikiran, dan tubuh” kata Uji.

Peta Baru Amerika

(The Pentagon’s New Map)

Oleh: Kustiah

Siapa sangka negara adidaya yang memiliki pertahanan pemerintahan yang tak tertandingi bisa teperdaya oleh teroris? Salah satu gedung kebanggaan Amerika —Pentagon- runtuh hanya dalam hitungan waktu 30 menit oleh bom yang diledakkan teroris lewat sebuah pesawat jet. Peristiwa 11 September itu cukup mengejutkan dan meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat Amerika. Pasca peristiwa tersebut berbagai upaya dilakukan Amerika baik dengan memperketat keamanan ataupun mengecam terorisme dan mem-blow up isu-isu tersebut ke seluruh dunia.

The Pentagon’s New Map menyajikan informasi penting dengan perspektif yang berbeda. Pisau analisis Thomas PM Barnett cukup tajam untuk membedah apa saja titik kelemahan Amerika dalam menerapkan strategi keamanan dan pertahanan Amerika. Barnett mengulas Amerika dengan cermat. Tak hanya itu, Barnett cukup berani mengkritik pemimipin negara karena langkah politik. yang diambil salah.

The Pentagon's New Map merupakan buku yang paling banyak dibicarakan di tahun 2004.
“Penggabungan luar biasa antara konsep Tom Friedman tentang globalisasi dan Carl von Clausewitz tentang perang. Buku ini cukup berani mengkritik pemimpin negara yang sedang berkuasa” tulis David Ignatius di The Washington Post.

Hal penting yang perlu digarisbawahi dari buku ini adalah upaya keras menerapkan strategi jitu Amerika di abad dua puluh satu. Sebuah buku yang menghadirkan gagasan cerdas, Barnett menamai globalisasi di mana negara sebagai penyumbang sejarah dan menjelaskan perlunya pengarusutamaan informasi untuk memperketat keamanan tidak hanya di negara Amerika tapi juga negara di dunia.

Sebagai seorang professor dan analis senior di US Naval War College, Barnett tidak asing dengan budaya kerja Pentagon dan Departemen Dalam Negeri (keduanya memercayai Barnett sebagai peneliti di lembaga pemerintahan tersebut) .

Buku ini memang layak dijadikan referensi untuk mengubah peta perpolitikan dan pertahanan Amerika menghadapi abad baru selanjutnya. Tentu mengubah dan membenahi strategi negara tidak seperti membalik telapak tangan. Butuh analisis dan membaca peta lebih saksama. Dan tidak ada kata terlambat bagi Amerika untuk memulai. Tidak hanya penting bagi Amerika, konsep dalam buku Barnett ini cocok diaplikasikan di seluruh negara di dunia.

Barnett berpendapat teroris dan globalisasi telah diterapkan dari dulu untuk mengakhiri perang 30 tahun di Eropa yang terjadi 400 tahun lalu [Thirty Year’s War (1618–1648) merupakan salah satu perang paling berbahaya dalam sejarah Eropa).


Gagasan Barnett merupakan tantangan bagi Amerika untuk terus membenahi strategi keamanannya. Waspada dan menyusun rencana baru merupakan langkah penting. Jika saat ini aman, bisa jadi esok ada serangan. Sebab bom waktu bisa meledak di suatu waktu, hanya persoalan waktu dan kesempatan yang menunggu.

Barnett menulisnya dengan gaya dialogis. Di samping bahasannya yang proporsioanal karya Barnett ini juga sangat jelas, dengan struktur bahasa yang kuat.

Kesehariannya Barnet bekerja sebagai penasihat di sekretariat departemen pertahanan Amerika selain seorang analis, editor Esquire, dan penulis kolom mingguan di The Scripps Howard News Service. Barnett mendapatkan gelar doktor dalam bidang ilmu politik di Harvard University.


***********

Amerika Pasca-Bush

(Great Powers: America and the World After Bush)

Oleh: Kustiah

Apa yang terjadi setelah Bush tak lagi menjabat sebagai presiden? Apakah Amerika akan tetap dingin terhadap negara-negara lain di dunia atau sebaliknya?
Setelah pelantikan Barrack Hussain Obama sebagai presiden Amerika 20 Januari lalu, banyak masyarakat dunia baik sahabat maupun musuh Amerika menaruh harapan besar. Harapan akan terciptanya kedamaian dunia dan kebijakan Amerika yang berpihak pada kepentingan dunia.

Pemerintahan Bush memang tak hanya meninggalkan setitik nila bagi negaranya dan negara-negara lainnya. Tapi juga telah meresahkan masyarakat luas terkait pilihan dan keputusannya yang kontroversial.

Tengok saja peristiwa Irak. Pasukan Amerika dikerahkan dan intimidasi tak henti-hentinya dilakukan untuk membuat Saddam mengaku dan jera. Dan keputusan diambil, Saddam harus segera dipenggal dengan alasan telah menyimpan senjata pemusnah massal yang membahayakan dan pada rezimnya telah melakukan pembunuhan massal.

Peristiwa lainnya adalah tuduhan Amerika terhadap Iran tentang nuklir. Amerika khawatir Iran telah menyimpan dan mengembangkan teknologi nuklir.
Ahmadinejad, presiden Iran yang dikenal teguh dengan prinsip dan ideologinya ini keukeh menyatakan, bahwa Iran memiliki hak untuk mengatur negaranya sendiri tanpa campur tangan Amerika.

Kasus Irak adalah salah satu dari lusinan persoalan yang sedang dihadapi pemerintahan Bush. Namun terlepas dari semua itu, invasi AS ke Irak lebih membahayakan perdamaian dunia dan stabilitas global daripada program nuklir Iran. Bahkan perekonomian Amerika yang semakin terpuruk lebih mengkhawatirkan masyarakat Amerika sendiri.

Bush dikenal manusia bertangan besi. Dia mengadopsi ideologi ayahnya, Goege Bush, “bergabung menjadi kawan atau lawan”, menerapkan kebijakan yang banyak tidak menguntungkan negara dunia ketimbang menguntungkan.

Great Powers: America and the World After Bush, buah karya Thomas PM Barnett
memberikan analisisnya yang berani tentang pemerintahan Bush.
Analis Amerikanis ini dikenal sebagai orang yang optimistis.
Meski negara luas telah mengecam berbagai kebijakan Bush, baginya tak ada yang tak bisa dibenahi.
Penggabungan yang luar biasa tentang globalisasi dan segala tantangan yang akan dihadapi pasca-Bush membuat buku ini menarik untuk dibaca.

Barnett punya alasan, bahwa selama Amerika mau belajar dari masa lampau, tidak mungkin negara superpower ini tidak kembali berjaya dan menjadi kiblat dunia.

“Kita adalah simbol manusia modern,” kata Barnett dalam bukunya tantang apa yang seharusnya kita lakukan dalam menghadapi era globalisai. Ia mengevaluasi kegagalan pemerintahan Bush, menawarkan preskripsi untuk membenahi atau melakukan pembelaan bahwa sampai saat ini Amerika tidak melakukan sesuatu apa pun yang benar dan membiarkan semua ide menguap.

Bab pertama buku ini Batnett memulainya dengan celaan “The Seven Deadly Sins of Bush-Cheney”. Dan pembaca akan lebih terpikat lagi dengan ide brilian Barnett pada bab-bab selanjutnya.
Barnett juga menyarankan tak ada salahnya Amerika berkaca dan belajar dari kesuksesan China dalam menghadapi krisis dan mendongkarak sistem perekonomiannya yang pernah terpuruk. Maka, kita tunggu perubahan apa yang akan terjadi pasca-pemerintahan Bush.