Minggu, 06 Juli 2008

Bekerja Keras dan Berkarya adalah Kuncinya



k
ALEX Komang bukan nama asing di dunia teater dan film Indonesia, tapi namanya kini nyaris tak terdengar. Ke mana gerangan Pemeran Utama Pria terbaik dalam film Doea Tanda Mata arahan sutradara Teguh Karya ini? Saat bertemu dalam sebuah acara pementasan teater di Rumah Teguh Karya (alm), lelaki yang memiliki nama asli Syaiful Nuha ini menceritakan aktivitas barunya. Peraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1985 ini tengah sibuk belajar filsafat. "Tidak untuk mengejar master, tapi untuk belajar lebih banyak hal," katanya serius.


Perbincangan dengannya pada malam itu di Teater Populer tak sebatas membeberkan kesukaannya, tapi juga berbicara tentang perkembangan dunia perfilman kontemporer. Menurut penggemar sastra dan teater ini, dunia perfilman harus diisi bukan hanya oleh popularitas dan tren saja, melainkan juga kematangan akting dan isi film itu sendiri.


Lelaki gondrong 47 tahun ini sedang serius belajar filsafat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ketika ditanya kenapa mesti kuliah lagi? Ia menjawab, “Bagiku penting kapan pun mencari ilmu, agar tercerahkan dan tidak bodoh dalam membaca setiap persoalan. Saya tidak ingin jika ada seseorang atau suatu kelompok mengeluarkan pernyataan atau doktrin tentang suatu agama saya menelan mentah-mentah tanpa mengetahui kebenarannya atau kritis menyikapinya. Terlepas dari itu, saya memang lagi senang belajar”.



Selain bergelut dengan kesibukannya kuliah, ternyata Alex tidak lantas meninggalkan profesi yang telah membesarkan namanya. “Saya tidak meninggalkan aktivitas lama. Saya masih setia mengikuti perkembangan film. Setia dengan film tidak berarti harus ikut di dalamnya. Jika ditanya bagaimana perkembangan film saat ini saya bisa menjawabnya. Tapi, kini saya lagi senang belajar, maka jadilah saya masuk universitas,” katanya seraya tertawa berderai


Tidak hanya itu, Ia juga menyarankan kepada penonton film agar tidak melulu menilai film itu dari sisi negatifnya. “Kita harus optimistis. Ternyata di antara kekelaman dunia pertelevisian ada kemajuan pesat (di dunia perfilman-
Red). Muncul sineas-sineas muda. Sineas perempuan juga tak ikut ketinggalan. Ya, idealnya, baik semua, mendidik semua, tapi kenyataannya kan tidak bisa begitu. Saya tidak mengatakan dunia perfilman dan pertelevisian buruk semua. Cuma kita perlu melihat dengan cermat siapa saja yang akan bertahan lama dengan kemampuannya. Siapa yang berkualifikasi, maka dia yang tidak akan pernah tenggelam. Publik yang akan menilainya”.


Lalu bagaimana tanggapannya tentang kontroversi BPPN (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional-
Red)? Yang tahun lalu sempat ribut-ribut. Apalagi beberapa sineas muda (salah duanya Riri Reza, Mira Lesmana) menganggap BPPN tidak berkontribusi banyak bagi dunia perfilman. Alex dengan santai menjawab bahwa pada saat itu ia dapat telepon dari beberapa kawan sesama artis. “Saya pikir pemerintah tidak seharusnya mengintervensi kreativitas anak muda. Biarkan yang muda-muda belajar dan mengaktualisasikan gagasannya. Harus dipisahkan apa saja yang seharusnya di bawah pengawasan pemerintah dan apa yang tidak. Saya tahu di jajaran BPPN banyak senior-senior perfilman. Ada Bang Deddy Mizwar, ada Bang Slamet Raharjo dan banyak senior lainnya. Tapi ya itu, bagi saya, berkreasi tetap dilakukan tanpa harus merasa terganggu kebijakan ini dan itu. Seharusnya memang ada wilayah di mana kaum muda dibebaskan berkreativitas. Penilaian baik buruknya film itu sangat subyektif. Saya tidak yakin film si A bagus jika dilombakan dengan juri si A. Atau film si A jelek jika difestivalkan dengan juri si B.


Lalu benarkah
seorang juri perfilman itu banyak berpengaruh di luar bidang penjurian? “Benar. Tidak bebas nilai. Tidak hanya perfilman saja, apa pun lombanya lah. Pasti ada unsur X. Taruhlah film Ekskul yang sutradaranya banyak menuai cercaan. Yang katanya filmnya jelek kok menanglah, yang tidak bagus lah. Itu kan namanya pembunuhan karakter. Yang begitu itu yang sebenarnya tidak boleh. Mana ada sutradara atau pekerja film meminta-minta supaya imenangkan dalam festival film. Yang ada tuh bagaimana mereka bisa berkreasi. Tidak bisa kita melakukan penolakan atas hasil karya orang lain. Menang kalah itu kan biasa. Lebih baik terus berkarya. Jadilah aktor, aktris atau pekerja film yang baik. Tidak perlu meremehkan, mencerca apalagi melakukan penolakan terhadap karya orang lain. Meski itu juga merupakan pilihan sikap. Sama seperti saat saya memutuskan harus belajar filsafat dan kenapa mesti diambil di universitas itu. Semua pilhan tentunya punya alasan.”


Begitulah Alex Komang, aktor satu ini memang tidak pernah berpikir parsial dalam menanggapi berbagai persoalan. Semangat dan cara berpikirnya yang positif tidak menyurutkan niatnya untuk selalu berkreasi dan belajar. Dia
selalu menghargai siapa pun yang mau belajar. Memiliki keinginan untuk maju dengan bekerja keras. Menurutnya orang-orang seperti itulah biasanya yang akan dikenang masyarakat.

Ketika ditanya s
iapakah yang berandil besar dalam kesuksesannya. “Bapak saya. Figur pertama yang saya contoh dan berandil besar ya bapak saya. Tidak jauh-jauh. Yang lain-lainnya ya mendukung, menambah referensi hidup saya dalam menentukan pilihan. Meski pada awalnya pilihan saya ditentang keras, justru karena bapak saya tidak ingin anaknya salah jalan. Kustiah

9

Nama Syaiful Nuha/Alex Komang. Lahir di sebuah kampung di Jepara, Jawa Tengah, 17 September 1961.

Alamat Rumah: Pejaten Elite, Jl. Amil II/ 4,

Pejaten Barat, Jakarta Selatan.

Karier

_ Aktor teater, antara lain bersama Teater Koma dalam

lakon Opera Primadona (2000)

_ Aktor film di bawah arahan sutradara Teguh Karya,

antara lain Secangkir Kopi Pahit (1984), Doea Tanda

Mata (1985), Ibunda (1986), Pacar Ketinggalan Kereta

(1988)

_ Bermain sinetron, antara lain dalam Bila Esok Tiba

(1997), Bingkisan untuk Presiden (2000), Cinta

Terhalang Tembok (2002), dan lain-lain

Penghargaan

_ Piala Citra pada Festival Film Indonesia (FFI) 1985

sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik untuk film Doea

Tanda Mata dan lain-lainnya.


Tidak ada komentar: