Bekerja Keras dan Berkarya adalah Kuncinya
ALEX Komang bukan nama asing di dunia teater dan film
Perbincangan dengannya pada malam itu di Teater Populer tak sebatas membeberkan kesukaannya, tapi juga berbicara tentang perkembangan dunia perfilman kontemporer. Menurut penggemar sastra dan teater ini, dunia perfilman harus diisi bukan hanya oleh popularitas dan tren saja, melainkan juga kematangan akting dan isi film itu sendiri.
Lelaki gondrong 47 tahun ini sedang serius belajar filsafat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Selain bergelut dengan kesibukannya kuliah, ternyata Alex tidak lantas meninggalkan profesi yang telah membesarkan namanya. “Saya tidak meninggalkan aktivitas lama. Saya masih setia mengikuti perkembangan film. Setia dengan film tidak berarti harus ikut di dalamnya. Jika ditanya bagaimana perkembangan film saat ini saya bisa menjawabnya. Tapi, kini saya lagi senang belajar, maka jadilah saya masuk universitas,” katanya seraya tertawa berderai
Tidak hanya itu, Ia juga menyarankan kepada penonton film agar tidak melulu menilai film itu dari sisi negatifnya. “Kita harus optimistis. Ternyata di antara kekelaman dunia pertelevisian ada kemajuan pesat (di dunia perfilman-Red). Muncul sineas-sineas muda. Sineas perempuan juga tak ikut ketinggalan. Ya, idealnya, baik semua, mendidik semua, tapi kenyataannya
Lalu bagaimana tanggapannya tentang kontroversi BPPN (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional-Red)? Yang tahun lalu sempat ribut-ribut. Apalagi beberapa sineas muda (salah duanya Riri Reza, Mira Lesmana) menganggap BPPN tidak berkontribusi banyak bagi dunia perfilman. Alex dengan santai menjawab bahwa pada saat itu ia dapat telepon dari beberapa kawan sesama artis.
Lalu benarkah seorang juri perfilman itu banyak berpengaruh di luar bidang penjurian? “Benar. Tidak bebas nilai. Tidak hanya perfilman saja, apa pun lombanya lah. Pasti ada unsur X. Taruhlah film Ekskul yang sutradaranya banyak menuai cercaan. Yang katanya filmnya jelek kok menanglah, yang tidak bagus lah. Itu
Begitulah Alex Komang, aktor satu ini memang tidak pernah berpikir parsial dalam menanggapi berbagai persoalan. Semangat dan cara berpikirnya yang positif tidak menyurutkan niatnya untuk selalu berkreasi dan belajar. Dia selalu menghargai siapa pun yang mau belajar. Memiliki keinginan untuk maju dengan bekerja keras. Menurutnya orang-orang seperti itulah biasanya yang akan dikenang masyarakat.
Ketika ditanya siapakah yang berandil besar dalam kesuksesannya. “Bapak saya. Figur pertama yang saya contoh dan berandil besar ya bapak saya. Tidak jauh-jauh. Yang lain-lainnya ya mendukung, menambah referensi hidup saya dalam menentukan pilihan. Meski pada awalnya pilihan saya ditentang keras, justru karena bapak saya tidak ingin anaknya salah jalan. Kustiah
9
Nama Syaiful Nuha/Alex Komang. Lahir di sebuah kampung di Jepara, Jawa Tengah, 17 September 1961.
Alamat Rumah: Pejaten Elite, Jl. Amil II/ 4,
Pejaten Barat,
Karier
_ Aktor teater, antara lain bersama Teater Koma dalam
lakon Opera Primadona (2000)
_ Aktor film di bawah arahan sutradara Teguh Karya,
antara lain Secangkir Kopi Pahit (1984), Doea Tanda
Mata (1985), Ibunda (1986), Pacar Ketinggalan Kereta
(1988)
_ Bermain sinetron, antara lain dalam Bila Esok Tiba
(1997), Bingkisan untuk Presiden (2000), Cinta
Terhalang Tembok (2002), dan lain-lain
Penghargaan
_ Piala Citra pada Festival Film Indonesia (FFI) 1985
sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik untuk film Doea
Tanda Mata dan lain-lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar