Selasa, 08 Juli 2008



Kampung Naga nan Eksotis


Tidak ada salahnya Anda rehat sejenak. Memanjakan mata menikmati pemandangan alam. Pepohonan rindang, hijau yang menawarkan ketenteraman. Gemericik air kali, serta keheningan alam yang akan membawa kita merasa kembali ke kampung halaman. Tentu semua yang ditawarkan alam tersebut tidak ada di daerah perkotaan. Kalaupun ada pastilah itu tidak alami, alias rekaan.

Suasana nyaman tersebut hanya bisa Anda temui salah satunya di Kampung Naga. Kampung ini bukan tempat huni naga. Melainkan sebuah kampung yang terletak antara perbatasan Kota Garut dan Tasikmalaya. Tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya. Jika ditempuh dengan bus, dari Jakarta hanya memakan waktu sekitar empat sampai lima jam. Atau 90 kilometer dari Kota Bandung.

Memasuki kampung ini terlebih dahulu Anda harus melewati ratusan undakan tangga. Menuju perkampungan, di sepanjang perjalanan Anda hanya akan menemukan sawah dan kolam yang berada di sebelah kanan dan kiri. Dan pemandangan alam yang teduh.



Berada di lembah subur, kampung ini dibatasi hutan keramat tempat para leluhur Kampung Naga disemayamkan-yang berada tepat di sebelah barat. Dan di sebelah selatan sawah-sawah penduduk terhampar luas.
Sedangkan sebelah utara dan timur dibatasi Sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray daerah Garut.

Yang membedakan Kampung Naga dengan perkampungan lain adalah tradisi yang dipegang teguh oleh warga. Masyarakatnya secara turun-temurun hanya akan mengikuti adat istiadat yang diwariskan leluhurnya. Tanpa berusaha menyimpangkan ataupun menggantinya. Misalnya, warga Kampung Naga tidak akan mengganti daun kelapa atau aren sebagai atap rumah menjadi genteng.

Meski zaman semakin modern, masyarakat Kampung Naga sama sekali tidak tertarik untuk mengikutinya. Saat berkunjung ke Kampung Naga tidak satu pun saya temukan televisi atau sepeda motor di rumah penduduk. Jauh berbeda dengan kampung lain yang menganggap dua benda tersebut adalah penting. Alasannya, televisi untuk mendapatkan informasi sedangkan motor adalah alat transportasi. Meski tanpa dua benda itu atau barang-barang modern lainnya, masyarakat Kampung Naga tampaknya tetap mampu berkreasi.

Sawah yang membentang itulah yang menghidupinya. Hampir semua warga bekerja sebagai petani. Selebihnya mereka memanfaatkan waktu luangnya menggarap kerajinan tangan untuk dijual kepada pengunjung yang berwisata ke kampungnya. Tidak perempuan tidak laki-laki bagi mereka adalah pekerjaan untuk dikerjakan bersama-sama. Semisal, ibu akan pergi ke sawah mencabut rumput yang tumbuh di sela tanaman padi sementara bapak mencangkul. Atau, para bapak akan ikut mengerjakan kerajinan tangan jika pekerjaan di sawah telah usai. Begitu arifnya masyarakat Kampung Naga sampai-sampai tidak pernah terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Keistimewaan lainnya dari daerah yang hanya seluas 4 hektare ini adalah pada bentuk bangunan yang kesemuanya sama. Mulai dari masjid, rumah, ataupun balai pertemuan. Semuanya menghadap ke selatan atau ke utara.
Barangkali ada benarnya bahwa adat istiadat itu harus tetap dipegang teguh. Agar pembedaan kelas tidak terjadi dan kehidupan bisa berjalan harmonis.


Dengan letak kampung yang strategis--- tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan Kota Garut dan Tasikmalaya-- Anda tentunya tak perlu menunda-nunda lagi untuk segera ke sana. Dan Anda dijamin tidak akan rugi mengunjunginya.

Tidak ada komentar: